Gelap malam ini datang lagi,
Dengan sepi menyesak hati
Keheningan kian kelam
Menusuk luka yang masih mengaga
Pekat malam ini datang lagi,
Pecah tangis dalam diam
Terikat kuat dari hati
Menembus rasa yang kian sepi
Gulitanya malam ini datang lagi,
Bersama hati yang sudah mati
Pecah tangisi diri sendiri
Lupa akan rasa kembali
Malam ini datang sendiri lagi,
Aku lupa tentang jiwa
Lepas rasa kian sulit
Menggenangi pipi dari sendiri
Untuk malam ini,
Aku lepas semua rasa
Lupa hina teriak sakit
Semakin dalam tanpa dirasa
Tapi untuk mentari esok hari
Tolong hadir bersama aku
Aku yang lupa masalaluku
Jumat, 27 Januari 2023
Kamis, 26 Januari 2023
Langit Mada (Ep. 1)
Tidurlah,
Untuk mimpi yang tak mengingkari
Dengan alur cerita pasti
Tak ada janji yang harus ditepati
Tidurlah,
Untuk pagi yang akan kembali
Sambut mentari yang datang lagi
Menyambut asa yang kian pasti
Tidurlah,
Langit gelap kian pekat
Luka asa kian menganga
Makin hari makin redup
Tidurlah,
Menjaga waras terasa sulit
Beban berat kian melilit
Walah hati menjadi sulit
Menjaga asa yang ada
Hanya sedikit, namun berarti
Tentang hidup masih menyala
Dengan diam terasa dalam
Meluap letup hanya setitik
Diambang pagi di negeri dongeng
Maka tidurlah,
Sambut pagi dengan mimpi
harapan lepas tetap menanti
Untuk hati tertata rapi
Bersama sisa asa hari ini
Kepada malam-malam yang sepi
Terlelaplah,
Karna kantuk bukan satu-satunya alasan malam ini
Untuk mimpi yang tak mengingkari
Dengan alur cerita pasti
Tak ada janji yang harus ditepati
Tidurlah,
Untuk pagi yang akan kembali
Sambut mentari yang datang lagi
Menyambut asa yang kian pasti
Tidurlah,
Langit gelap kian pekat
Luka asa kian menganga
Makin hari makin redup
Tidurlah,
Menjaga waras terasa sulit
Beban berat kian melilit
Walah hati menjadi sulit
Menjaga asa yang ada
Hanya sedikit, namun berarti
Tentang hidup masih menyala
Dengan diam terasa dalam
Meluap letup hanya setitik
Diambang pagi di negeri dongeng
Maka tidurlah,
Sambut pagi dengan mimpi
harapan lepas tetap menanti
Untuk hati tertata rapi
Bersama sisa asa hari ini
Kepada malam-malam yang sepi
Terlelaplah,
Karna kantuk bukan satu-satunya alasan malam ini
Senin, 23 Januari 2023
Bagian Mada (Ep. 1)
Hari ini, Mada terdiam menatap sekitar. Kamar kos yang telah menemaninya selama 5 tahun ini, harus dia tinggalkan. Kamar ukuran 5 x 4 meter bercat warna peach itu sudah kosong. Hanya ada dua buah kasur ukuran single, dua buah lemari excel plastik empat tingkat, dan sebuah koper berwarna biru tua itu telah rapih tertutup.
Hari ini, Mada menuntaskan niatnya. Niat yang dia pendam selama beberapa bulan terakhir. Niat untuk meinggalkan kota kelahirannya. Namun di kota ini pula Mada mendapatkan banyak kepedihan. Kepedihan yang meninggalkan trauma yang begitu dalam padanya. Kepedihan tentang kehilangan, ditinggalkan, dan putus asa.
Setelah berpamitan dengan semua kenangan, Mada mulai mengangkat ransel berwarna abu tua, lalu ia gendongkan kepundaknya. Gadis muda yang beberapa waktu lalu memutuskan melepas kewajiban yang sebagai ciri khas agama yang dia anut sedari kecil. Dengan rambut pendek potongan bob ala polwan, kaos polos coklat yang ditutupi dengan jaket jeans berwarna putih, celana jeans panjang berwana biru cerah menutupi bagian pinggang hingga kakinya. Juga sepatu sandal khas wanita berwarna putih gading. Mada mulai melangkah keluar dari kamarnya sembari menarik koper di belakangnya.
Taksi online pesanannya sudah menunggu diluar gerbang, setelah menyapa sang sopir yang mempersilahkan Mada memasukan barangnya ke bagasi belakang. Sebelum masuk pintu taksi, sekali lagi Mada menoleh ke belakang, menatap dalam bangunan kosannya itu. "Terima kasih, atas semua rasa. Bahagia dan pedih yang tak tertandingi. Terima kasih atas pelajaran hidup yang begitu pahit. Terima kasih atas trauma yang begitu dalam." Mengucap dalam diam. Mada masuk ke dalam taksi online itu, duduk dibagian belakang supir. Matanya masih tajam menatap bangunan kosannya di balik jendela mobil. Kali ini matanya mulai berkaca-kaca, pipinya bergetar. Pecah sudah air mata Mada.
Taksi online itu mulai melaju. Mobil hatchback hitam keluaran toyota itu terlihat nyaman. Toyota yaris keluaran tahun 2015 itu terlihat sangat terawat. Bagian kursi penumpangnya tidak banyak diubah, namun terasa sangat resik. Seperti yang sering di dibersihkan. Mengesankan mobil itu berada pada pemilik yang tepat. Mobil melaju dengan kecepatan standar. Tak ada percakapan di dalam. Hanya ada suara khas perempuan dari aplikasi maps. Ya! Suara datar dari 'mbak google' yang menginstruksikan rute perjalanan.
Toyota Yaris itu melaju menuju rumah orang tua Mada. Ya! Hanya 30 menit jarak dari kosan menuju rumah. 5 tahun lalu Mada memutuskan untuk tinggal sendiri. Keadaan rumah yang carut marut membuat Mada harus pergi. Hidup sendiri. Meninggalkan satu-satunya tempat untuk berlindung dari segala mara bahaya. Rumah. Mada pikir pergi dari rumah bisa meninggalkan segala kegaduhannya. Namun Mada lupa, rumah adalah satu-satunya tempat untuk berlindung dari segala kegaduhan yang lebih besar.
Kali ini pikiran Mada berkecamuk tentang izin yang belum didapat dari orang tuanya. Tentang kepergiannya ke Dubai. Negara super kaya yang terletak di Timur Tengah, Uni Emirat Arab. 3 bulan lalu, Mada diajak salah satu teman lamanya untuk pergi dan menetap disana. Mulai hari itu segala keperluannya diurus, mulai dari pasport, visa, dan segala jenis berkas yang harus disiapkan. Tapi Mada lupa, orang tuanya tidak di kabari. Hingga seminggu sebelum hari ini, Mada memberanikan diri mengatakan niatnya kepada orang tuanya. Tentu saja pertengkaran terjadi diantara mereka. Namun Mada bersikeras akan pergi. Dan hari ini dia akan pulang untuk terakhir kalinya, berpamitan untuk pergi selama-lamanya.
Mobil toyota Yaris berhenti tepat digerbang rumah berwarna putih. Gerbang yang tingginya hanya sebatas dada orang dewasa. Didalamnya terdapat satu mobil yang terparkir. Mobil berjenis MPV berwarna hitam yang juga keluaran pabrikan toyota pada tahun 2019, avanza. Disamping garasi terdapat taman kecil yang terlihat ditanami beberapa jenis tanaman hias, berjenis bunga-bungaan. Dibelakangnya terdapat sebuah pintu single berwarna putih yang tertutup rapat. Tepat disampingnya terdapat jendela yang ukurannya menutupin hampir semua bagian dinding depan rumah itu. Rumah bertipe 45 ini, berdiri diatas lahan 6 kali 8 meter. Bangunannya masih terlihat kokoh. Di hiasi semua bagian berwarna putih membuat rumah ini menjadi sedikit mencolok.
Mada membuka pintu taksi online itu. Setelah barangnya dibantu dikeluarkan oleh sang supir, Madapun berterimakasih. Sang supir masuk kembali ke dalam mobil, lalu melaju. Dengan segala rasa yang berkecamuk, Mada mulai melangkah masuk ke dalam rumah itu. Berhenti setelah masuk pagar. Mada mencoba meyakinkan diri kembali untuk berpamitan pada keluarganya. Dengan langkah yang penuh keraguan, sedikit demi sedikit melangkah. Akhirnya penuh nekat, Mada membuka pintu putih itu sambil mengucapkan salam. Ceklek, pintu terbuka sembari debaran hati Mada yang semakin kencang.
Tatapan mada tertuju pada sofa. Dibalik pintu itu terdapat ruang tamu berukuran 4x3 meter. Semua sisinya terdapat sofa panjang untuk 3 orang. Dinding putinya dihiasi foto keluarga, beberapa foto wisuda, dan sebuah foto yang hanya berisi ayah dan ibu saja. Di sofa rupanya semua anggota keluarganya telah menunggu. Ibu, ayah, adik perempuan, dan adik laki-laki Mada telah berpakaian rapi namun santai, menunggu kedatangan Mada untuk diantar ke bandara.
Dengan rasa yang tidak bisa digambarkan, tangis Mada pecah sembari berlari menuju pelukan ibunya. Suasana haru menyelimuti ruangan itu. Adik-adik Madapun langsung memeluk Mada dan ibunya yang tengah berpelukan. Ayahnya hanya mengelus kepala Mada dari belakang. Ribuan ucapan maafpun keluar dari mulut Mada. Tak khayal ibunyapun meng iyakan permintaan maaf Mada sembari memberi wejangan padanya. Untuk tetap berhubungan dengan keluarganya. Dan pulang. Ibunya meyakinkan mada untuk tetap pulang. Jika sudah selesai dengan semuanya. Mada masih diharapkan di rumah ini, keluarga ini. Ayahnya hanya terdiam sambil mengelus bagian kepala belakang putrinya itu.
"Sudah waktunya, mari kita pergi sekarang." Ucap ibunya sembari melepas pelukannya. Akhirnya semua anggota keluarga itu berjalan keluar rumah. Tas ransel yang dibawa Mada sekarang berada dipunggung adik laki-lakinya. Kopernya diseret oleh adik perempuannya. Tangan Mada dirangkul ibunya disampingnya. Keadaan yang tidak pernah Mada bayangkan sebelumnya akan terjadi pada keluarga ini. Rasa yang rasanya tidak akan pernah terasa. Hari ini mengalir begitu saja disaat terakhir.
Mobil toyota avanza telah terisi dan siap berangkat. Ayah pegang kendali stir. Disampingnya ada adik laki-lakinya. Mada duduk di kursi belakang bersama ibu dan adik perempuannya yang mengapitnya. Mobil melaju meninggalkan rumah. Tanpa kata-kata. Hanya terdengar suara mesin yang sedikit meredam dari luar.
Tiba dibandara. Semua anggota keluarga mengantar Mada sampai pintu masuk. Setelah berpelukan dengan satu persatu anggota keluarga sembari berpamitan, tangan Mada digenggam oleh ayahnya. Mengisaratkan Mada untuk menatap ayahnya. Ayah memberikan secarik kertas yang dilipat rapi tiga kali. "Nanti kau baca saat menunggu pesawat di dalam." Kata ayahnya. Mada mengangguk dan memasukan kertas itu kedalam saku jaketnya. "Kita foto dulu yuk, disini. Biar aku yang fotokan." Kata adik Mada memecah keheningan. Mereka berfoto, dengan posisi Mada paling sebelah kanan, tepat di samping kirinya ada ibunya yang merangkul tangan Mada. Disamping ibu ada ayahnya yang merangkul tangan ibu dan tangan adik laki-lakinya di paling kiri. Sekali lagi Mada berpamitan pada keluarganya, menyalami satu persatu mulai dari ibu, ayah, adik laki-laki, dan terakhir adik perempuannya. Mada melangkah dengan mantap sesekali menatap ke belakang dan melambaikan tangan untuk berpamitan pada keluarganya.
Pesawat hampir berangkat. Mada sudah duduk di kursi pesawat bernomer f8. Tetap disamping jendela sebelah kanan. Disebelah kirinya terdapat seorang wanita berparas cantik. Mada teringat dengan kertas yang ayah berikan dipintu masuk tadi. Mada merogoh saku jaket jeans putihnya. Lalu mengeluarkan dan membuka kertas itu. Sembari membaca, Mada meneteskan air matanya lagi. Namun tidak bersuara. Membaca tulisan itu sampai habis. Melipatnya dan memasukannya kembali ke saku jaketnya. Mata Mada tertuju pada jendela, melihat pemandangan diluar pesawat yang mulai naik. Terbang jauh meninggalkan negara kelahirannya. Menuju negara orang yang super kaya. Dengan rasa yang penuh patah hati. Sendiri. Berharap semua terobati. Matanya bertatap kosong sambil hatinya berucap kata-kata di secarik kertas tadi.
Hari ini, Mada menuntaskan niatnya. Niat yang dia pendam selama beberapa bulan terakhir. Niat untuk meinggalkan kota kelahirannya. Namun di kota ini pula Mada mendapatkan banyak kepedihan. Kepedihan yang meninggalkan trauma yang begitu dalam padanya. Kepedihan tentang kehilangan, ditinggalkan, dan putus asa.
Setelah berpamitan dengan semua kenangan, Mada mulai mengangkat ransel berwarna abu tua, lalu ia gendongkan kepundaknya. Gadis muda yang beberapa waktu lalu memutuskan melepas kewajiban yang sebagai ciri khas agama yang dia anut sedari kecil. Dengan rambut pendek potongan bob ala polwan, kaos polos coklat yang ditutupi dengan jaket jeans berwarna putih, celana jeans panjang berwana biru cerah menutupi bagian pinggang hingga kakinya. Juga sepatu sandal khas wanita berwarna putih gading. Mada mulai melangkah keluar dari kamarnya sembari menarik koper di belakangnya.
Taksi online pesanannya sudah menunggu diluar gerbang, setelah menyapa sang sopir yang mempersilahkan Mada memasukan barangnya ke bagasi belakang. Sebelum masuk pintu taksi, sekali lagi Mada menoleh ke belakang, menatap dalam bangunan kosannya itu. "Terima kasih, atas semua rasa. Bahagia dan pedih yang tak tertandingi. Terima kasih atas pelajaran hidup yang begitu pahit. Terima kasih atas trauma yang begitu dalam." Mengucap dalam diam. Mada masuk ke dalam taksi online itu, duduk dibagian belakang supir. Matanya masih tajam menatap bangunan kosannya di balik jendela mobil. Kali ini matanya mulai berkaca-kaca, pipinya bergetar. Pecah sudah air mata Mada.
Taksi online itu mulai melaju. Mobil hatchback hitam keluaran toyota itu terlihat nyaman. Toyota yaris keluaran tahun 2015 itu terlihat sangat terawat. Bagian kursi penumpangnya tidak banyak diubah, namun terasa sangat resik. Seperti yang sering di dibersihkan. Mengesankan mobil itu berada pada pemilik yang tepat. Mobil melaju dengan kecepatan standar. Tak ada percakapan di dalam. Hanya ada suara khas perempuan dari aplikasi maps. Ya! Suara datar dari 'mbak google' yang menginstruksikan rute perjalanan.
Toyota Yaris itu melaju menuju rumah orang tua Mada. Ya! Hanya 30 menit jarak dari kosan menuju rumah. 5 tahun lalu Mada memutuskan untuk tinggal sendiri. Keadaan rumah yang carut marut membuat Mada harus pergi. Hidup sendiri. Meninggalkan satu-satunya tempat untuk berlindung dari segala mara bahaya. Rumah. Mada pikir pergi dari rumah bisa meninggalkan segala kegaduhannya. Namun Mada lupa, rumah adalah satu-satunya tempat untuk berlindung dari segala kegaduhan yang lebih besar.
Kali ini pikiran Mada berkecamuk tentang izin yang belum didapat dari orang tuanya. Tentang kepergiannya ke Dubai. Negara super kaya yang terletak di Timur Tengah, Uni Emirat Arab. 3 bulan lalu, Mada diajak salah satu teman lamanya untuk pergi dan menetap disana. Mulai hari itu segala keperluannya diurus, mulai dari pasport, visa, dan segala jenis berkas yang harus disiapkan. Tapi Mada lupa, orang tuanya tidak di kabari. Hingga seminggu sebelum hari ini, Mada memberanikan diri mengatakan niatnya kepada orang tuanya. Tentu saja pertengkaran terjadi diantara mereka. Namun Mada bersikeras akan pergi. Dan hari ini dia akan pulang untuk terakhir kalinya, berpamitan untuk pergi selama-lamanya.
Mobil toyota Yaris berhenti tepat digerbang rumah berwarna putih. Gerbang yang tingginya hanya sebatas dada orang dewasa. Didalamnya terdapat satu mobil yang terparkir. Mobil berjenis MPV berwarna hitam yang juga keluaran pabrikan toyota pada tahun 2019, avanza. Disamping garasi terdapat taman kecil yang terlihat ditanami beberapa jenis tanaman hias, berjenis bunga-bungaan. Dibelakangnya terdapat sebuah pintu single berwarna putih yang tertutup rapat. Tepat disampingnya terdapat jendela yang ukurannya menutupin hampir semua bagian dinding depan rumah itu. Rumah bertipe 45 ini, berdiri diatas lahan 6 kali 8 meter. Bangunannya masih terlihat kokoh. Di hiasi semua bagian berwarna putih membuat rumah ini menjadi sedikit mencolok.
Mada membuka pintu taksi online itu. Setelah barangnya dibantu dikeluarkan oleh sang supir, Madapun berterimakasih. Sang supir masuk kembali ke dalam mobil, lalu melaju. Dengan segala rasa yang berkecamuk, Mada mulai melangkah masuk ke dalam rumah itu. Berhenti setelah masuk pagar. Mada mencoba meyakinkan diri kembali untuk berpamitan pada keluarganya. Dengan langkah yang penuh keraguan, sedikit demi sedikit melangkah. Akhirnya penuh nekat, Mada membuka pintu putih itu sambil mengucapkan salam. Ceklek, pintu terbuka sembari debaran hati Mada yang semakin kencang.
Tatapan mada tertuju pada sofa. Dibalik pintu itu terdapat ruang tamu berukuran 4x3 meter. Semua sisinya terdapat sofa panjang untuk 3 orang. Dinding putinya dihiasi foto keluarga, beberapa foto wisuda, dan sebuah foto yang hanya berisi ayah dan ibu saja. Di sofa rupanya semua anggota keluarganya telah menunggu. Ibu, ayah, adik perempuan, dan adik laki-laki Mada telah berpakaian rapi namun santai, menunggu kedatangan Mada untuk diantar ke bandara.
Dengan rasa yang tidak bisa digambarkan, tangis Mada pecah sembari berlari menuju pelukan ibunya. Suasana haru menyelimuti ruangan itu. Adik-adik Madapun langsung memeluk Mada dan ibunya yang tengah berpelukan. Ayahnya hanya mengelus kepala Mada dari belakang. Ribuan ucapan maafpun keluar dari mulut Mada. Tak khayal ibunyapun meng iyakan permintaan maaf Mada sembari memberi wejangan padanya. Untuk tetap berhubungan dengan keluarganya. Dan pulang. Ibunya meyakinkan mada untuk tetap pulang. Jika sudah selesai dengan semuanya. Mada masih diharapkan di rumah ini, keluarga ini. Ayahnya hanya terdiam sambil mengelus bagian kepala belakang putrinya itu.
"Sudah waktunya, mari kita pergi sekarang." Ucap ibunya sembari melepas pelukannya. Akhirnya semua anggota keluarga itu berjalan keluar rumah. Tas ransel yang dibawa Mada sekarang berada dipunggung adik laki-lakinya. Kopernya diseret oleh adik perempuannya. Tangan Mada dirangkul ibunya disampingnya. Keadaan yang tidak pernah Mada bayangkan sebelumnya akan terjadi pada keluarga ini. Rasa yang rasanya tidak akan pernah terasa. Hari ini mengalir begitu saja disaat terakhir.
Mobil toyota avanza telah terisi dan siap berangkat. Ayah pegang kendali stir. Disampingnya ada adik laki-lakinya. Mada duduk di kursi belakang bersama ibu dan adik perempuannya yang mengapitnya. Mobil melaju meninggalkan rumah. Tanpa kata-kata. Hanya terdengar suara mesin yang sedikit meredam dari luar.
Tiba dibandara. Semua anggota keluarga mengantar Mada sampai pintu masuk. Setelah berpelukan dengan satu persatu anggota keluarga sembari berpamitan, tangan Mada digenggam oleh ayahnya. Mengisaratkan Mada untuk menatap ayahnya. Ayah memberikan secarik kertas yang dilipat rapi tiga kali. "Nanti kau baca saat menunggu pesawat di dalam." Kata ayahnya. Mada mengangguk dan memasukan kertas itu kedalam saku jaketnya. "Kita foto dulu yuk, disini. Biar aku yang fotokan." Kata adik Mada memecah keheningan. Mereka berfoto, dengan posisi Mada paling sebelah kanan, tepat di samping kirinya ada ibunya yang merangkul tangan Mada. Disamping ibu ada ayahnya yang merangkul tangan ibu dan tangan adik laki-lakinya di paling kiri. Sekali lagi Mada berpamitan pada keluarganya, menyalami satu persatu mulai dari ibu, ayah, adik laki-laki, dan terakhir adik perempuannya. Mada melangkah dengan mantap sesekali menatap ke belakang dan melambaikan tangan untuk berpamitan pada keluarganya.
Pesawat hampir berangkat. Mada sudah duduk di kursi pesawat bernomer f8. Tetap disamping jendela sebelah kanan. Disebelah kirinya terdapat seorang wanita berparas cantik. Mada teringat dengan kertas yang ayah berikan dipintu masuk tadi. Mada merogoh saku jaket jeans putihnya. Lalu mengeluarkan dan membuka kertas itu. Sembari membaca, Mada meneteskan air matanya lagi. Namun tidak bersuara. Membaca tulisan itu sampai habis. Melipatnya dan memasukannya kembali ke saku jaketnya. Mata Mada tertuju pada jendela, melihat pemandangan diluar pesawat yang mulai naik. Terbang jauh meninggalkan negara kelahirannya. Menuju negara orang yang super kaya. Dengan rasa yang penuh patah hati. Sendiri. Berharap semua terobati. Matanya bertatap kosong sambil hatinya berucap kata-kata di secarik kertas tadi.
"Pergilah Mada, pergi yang jauh. Hilanglah kamu dari radar kehidupan. Asingkan dirimu sejauh mungkin. Obati lukamu yang teramat sakit. Dalam. Hingga tangan ini tak sanggup untuk menarik tanganmu dari lubang kesakitanmu. Tata kembali hidupmu satu persatu. Perbaiki semua perasaannya. Hingga hatimu pulih dan berkata, waktunya pulang. Maka pulanglah. Segelintir orang yang masih mencintaimu menunggumu disini, dinegri yang katanya asri. Namun banyak makhuk-makhuk brengsek yang merangsekmu masuk dalam lubang pedih ini. Namun percayalah, orang-orang yang mencintaimu akan tetap mencintaimu, dan menunggumu. Selamat tinggal Mada. Semoga lekas pulih." -Amorfati
Langganan:
Postingan (Atom)